Rabu, 16 Maret 2011

Paku & Pagar

Alkisah, disebuah kota kecil, tinggallah seorang pemuda. Ia berwajah bersih dan berkulit putih, berperawakan tinggi sedang dan memiliki harta kekayaan yang cukup banyak. Sayangnya, sikapnya tinggi hati, arogan dan suka menghasut, mau menang sendiri dan suka menyakiti perasaan orang lain. Karena tabiatnya tersebut, lama kelamaan ia mulai dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya. Merasa dirinya semakin tersingkir, pikiran pemuda ini mulai kalut. Hatinya tidak senang dan menyimpan amarah yang mendalam.

Suatu kali si Pemuda itu menemui seorang guru bijak untuk meminta nasihat atas masalah yang dialaminya. Sang guru mendengarkan seluruh "uneg-unegnya". Setelah tahu duduk permasalahannya, sang guru berkata dengan bijak, "Anakmuda, setiap kali kau berbuat jahatatau menyakiti hati orang lain, tandailah perbuatan mu ini dengan menancapkan satu paku besar di atas pagar rumah mu. Begitulah kau ulang terus sampai pagar atas rumah mu penuh dengan paku dan kemudian datang kembali padaku".

Maka, pulanglah si pemuda ini dan kemudian menjalankan perintah sang guru bijak tersebut. Sejak saat itu apabila si pemuda tersebut jahat atau menyakiti hati orang lain, ia tancapkan satu paku di atas rumahnya. Selang beberapa bulan kemudian, pagar rumahnya telah di penuhi dengan tancapan paku. Tetapi perubahan situasi yang di harapkan tidak terjadi. Orang-orang masih tidak mau berhubungan dengannya. Ia semakin marah, hatinya semakin tidak bahagia. Ia tidak paham akan nasehat sang guru.

Si pemuda ini kembali mendatangi sang guru. Kedatangannya sudah diduga, berkatalah sang guru, "anak muda, pagar rumahmu pasti sudah penuh dengan tancapan paku. Sekarang cobalah sebaliknya !. Setiap kali kau urung berbuat jahat atau kau berbuat baik, cabutlah satu paku dari pagarmu....bila seluruh paku sudah tercabut, datanglah kembali.

Untuk kedua kalinya si pemuda ini menuruti perintah sang guru. Setiap kali ia urung berbuat jahat atau berbuat baik, ia cabut satu paku. ia berusaha keras mengendalikan sikap buruknya dan mengubahnya menjadi sikap yang lebih baik. Beberapa bulan kemudian, paku-paku besar yang menancap di pagarnya sudah habis tercabut. Dan tanpa disadarinya, ia sudah berubah menjadi orang yang lebih sabar , mau mengerti orang lain dan lebih bijak.

Untuk ketiga kalinya si pemuda ini kembali menemui sang guru bijak dan menceritakan semua perbuatannya. "Engkau sudah menjadi orang yang berbeda. Kau lebih sabar, mau dan mampu berbuat baik serta lebih bijak. Nah......pelajaran apa yang kau petik ?" Sang guru melanjutkan perkataannya "lihat kembali pagar rumahmu....paku-paku besar yang telah kau cabut pasti meninggalkan bekas lubang......mau ditutupi ataupun di poles tetap saja tidak akan mulus sepetri sedia kala. Renungkanlah ini dan jaga perbuatanmu.....!

Sahabat ku......

Relaitasnya dan sejujurnya.....tidak semua orang mau atau sanggup memberikan maaf yang setulusnya. Apalagi kalau kesalahan itu sangat melukai hati dan menjatuhkan harga dirinya atau menimbulkan luka batin yang mendalam. Pada situasi ini akan sulit sekali mendapatkan maaf dari orang yang tersakiti. Perbuatan buruk memang sering menimbulkan dendam yang sulit sekali dihilangkan dengan permintaan maaf. Bahkan kadang terlintas pemikiran untuk balas dendam. Kalau sudah begini, bisa runyam urusannya.

Sementara itu jikalau kita berbuat buruk atau melakukan kesalahan terhadap orang lain, kitapun harus berani mengakui kesalahan dengan tulus dan lapang dada meminta maaf. Tapi perlu kita ingat, meminta maaf saja tidak menghilangkan dosa atas kesalahan yang telah kita perbuat terhadap orang yang kita sakiti. Kerana itulah kita mengenal dampak sebab akibat atau siapa yang menabur ia akan menuai.

Seperti kata pepatah bijak : Punya satu musuh kebanyakan, punya seribu teman kekurangan. Karena itu sahabat, mesti berat mari kita berusaha agar hati dan pikiran sikap kita dan ucapan-ucapan kita menjadi lilin lilin pendamai bagi sekitar kita dan bila semua terjadi, maka kita akan menjadi TERANG DAN GARAM bagi semua orang.



Sumber Facebook Cahaya Lilin Kecil